BAPAK IBU GURU YANG INGIN MENCARI DATA NOMER REGISTRASI GURU DISINI CARA MELIHAT DATA NOMER REGISTRASI GURU

Monday, February 24, 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN PERBAIKAN (REMEDIAL TEACHING) MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PEER COACHING

LAPORAN PENELITIAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN PERBAIKAN (REMEDIAL TEACHING) MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PEER COACHINGDI SD NEGERI KEDUNGPUCANG, BENER, PURWOREJO
Oleh
Drs. Mujiyanto Paulus, M.Pd.
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN JAWA TENGAH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah.
    Masalah klasik yang sering dialami oleh guru adalah ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar ini ditentukan oleh kemampuan setiap siswa untuk menguasai sejumlah kompetensi yang dipelajari. Semakin tinggi kemampuan siswa menguasai kompetensi yang diharapkan akan semakin tinggi daya serap yang diperoleh. Dalam kenyataannya (berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru yang peneliti temui) tidak sedikit siswa yang memiliki kompetensi di bawah standar yang telah ditetapkan. Standar yang dimaksud di sini adalah Standar Ketuntasan Minimal (KKM).
    KKM ini telah ditetapkan oleh guru sejak awal tahun pelajaran. Dalam menetapkan KKM guru tidak sekadar asal menetapkan. Ada beberapa acuan yang dipergunakan guru dalam menetapkan KKM, di antaranya input siswa, kompleksitas materi pelajaran, dan daya dukung. Daya dukung di sini meliputi sarana/prasarana yang ada maupun kemampuan guru itu sendiri. Dengan ditetapkannya KKM tersebut akan digunakan oleh guru dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kemampuan siswa. Guru akan berusaha semaksimal mungkin agar semua siswa memiliki kompetensi minimal sama dengan KKM yang telah ditentukan.
    Kenyataan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri Kedungpucang, Purworejo, pencapaian KKM tidak semudah yang diharapkan. Dalam setiap akhir pembelajaran kompetensi dasar tertentu, tidak semua siswa dapat mencapai nilai di atas KKM. Menurut perhitungan rata-rata ada sekitar 15 % siswa belum mencapai KKM yang telah ditentukan. Kenyataan ini akan menjadi semakin serius apabila tidak segera diatasi. Salah satu kegiatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melaksanakan pembelajaran perbaikan (remedial teaching). Guru perlu memprogramkan dan melaksanakan pembelajaran perbaikan untuk mengatasi siswa yang belum tuntas.
    Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik untuk mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah khusunya pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya. Untuk itu, perlu adanya panduan yang memberikan arah serta petunjuk bagi pendidikan dan tenaga kependidikan di sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan. Untuk mencapai dan memenuhi ketuntasan belajar tersebut langkah berikutnya adalah melalui proses pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
    Pembelajaran perbaikan merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik tertentu untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran perbaikan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.
    Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran perbaikan (remedial teaching). Dengan dilakukannya
    pembelajaran perbaikan (remedial teaching) bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
    Belum efektifnya pelaksanaan program perbaikan di sekolah sebagian besar guru beralasan kesulitan mengatur waktu, sebab kalau dilaksanakan pada jam belajar efektif kendalanya :
    1. Mengurangi jatah waktu belajar efektif yang telah diprogram untuk memenuhi target kurikulum sesuai kalender pendidikan yang telah disusun,
    2. Masih banyak mengalami kesulitan dalam mengelola kelas dengan dua macam kegiatan pembelajaran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu perbaikan dan pengayaan.
    3. Masih rendahnya kemampuan guru dalam memilih metode dan strategi yang tepat untuk melaknasakan program pembelajaran perbaikan,
    4. Jumlah peserta didik yang menjadi tanggung jawab untuk dilayani guru sesuai jumlah jam mengajarnya cukup banyak, mengingat untuk program perbaikan lebih merupakan bimbingan individual.
    5. Sebagian besar guru dalam melaksanakan program perbaikan orientasinya semata-mata hanya untuk memperbaiki angka/nilai, bukan untuk penguasaan kompetensi sehingga pelaksanaan perbaikan umumnya berupa tes ulang dan berulang sampai nilainya berubah dan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini terjadi sejak diberlakukannya kurikulum 1994 dan sistem kenaikan pangkat jabatan guru dengan penetapan angka kredit (PAK), dimana tupoksi guru yang kelima adalah melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.
    Atas dasar pertimbangan di atas untuk dapat melaksanakan pembelajaran perbaikan dengan maksimal kompetensi guru tentang pembelajaran perbaikan perlu ditingkatkan. Salah satu jenis kegiatan yang kemungkinan dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru tentang pembelajaran perbaikan adalah melalui pelatihan teman sejawat (Peer Coaching). Oleh sebab itu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi peneliti sebagai widyaiswara, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul ” PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN PERBAIKAN (REMEDIAL TEACHING) MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUIPEERCOACHING.

  2. Rumusan Masalah
    1. Rumusan Masalah
      1. Bagaimanakah kemampuan rata-rata guru SD Negeri Kedungpucang, Purworejo dalam melaksanakan pembelajaran perbaikan (remedial teaching) mata pelajaran bahasa Indonesia Indonesia untuk mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan?
      2. Apakah dengan peer coachingdapat meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran perbaikan (remedial teaching)?
      3. Model pembelajaran perbaikan (remedial teaching) bagaimanakah yang sesuai bagi siswa SD Negeri Kedungpucang, Purworejo dalam mencapai ketuntasan belajar?
  3. Tujuan Penelitian.
    Untuk meningkatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran perbaikan (remedial teaching) dalam mencapai ketuntasan belajar (mastery learning) setelah melaksanakanPeer Coaching.
  4. Manfaat Penelitian
    1.    Bagi Pemerintah
        Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah/pemerintah daerah lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo, dalam pengambilan keputusan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, pembelajaran, siswa dan akhirnya kualitas pendidikan secara keseluruhan.
    1. Bagi Kepala SD Negeri Kedungpucang, Purworejo
          Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi secara simultan dan sinergis dalam bentuk motivasi kerja bawahan / teman sejawat dalam meningkatkan prestasi kerjanya, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kinerja guru di SD Negeri Kedungpucang, Purworejo dalam mengajarkan mata pelajaran bahasa Indonesia.
    2. Bagi Guru
          Lebih termotivasi melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara proporsional sehingga akan terwujud guru yang profesional yang mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas.
    3. Bagi Peneliti
          Sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi widyaiswara dalam melaksanakan pembimbingan dan pendampingan pada satuan pendidikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.     Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antarguru siswa dan komunikasi timbsal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Dalam pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Antara dua komponen tersebut harus terjalinj interaksi saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapaisecara optimal.
Menurut Hasibuan (1998), pola pembelajaran yang efektif adalah pola pembelajaran yang di dalamnya terjadi interaksi dua arah antara guru dan siswa, artinya guru tidak harus selalu menjadi pihak yang lebih dominan. Pada pola pembelajaran ini guru tidak boleh hanya berperan sebagai pemberi informasi, tetapi juga bertugas dan bertanggung jawab sebagai pelaksana yang yang harus menciptakan situasi memimpin, merangsang, dan menggerakkan secara aktif. Selain itu, guru harus dapat menimbulkan keberanian siswa baik untuk mengeluarkan idenya maupun hanya sekadar untuk bertanya. Hal itu disebabkan karena mengajar bukannya hanya suatu aktivitas yang sekadar menyampaikan informasi kepada siswa, melainkan suatu proses yang menuntut perubahan peran seorang guru dari informator menjadi pengelola belajar yang bertujuan untuk membelajarkan siswa agar terlibat secara aktif sehingga terjadi perubahan-perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan berpikir siswa dengan mengembangkan proses berpikir tingkat tinggi siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut guru harus menyediakan peluang di dalam kelas yang mempertimbangkan prakarsa dan keterlibatan siswa lebih besar. Salah satu metode untuk merangsang siswa berkomunikasi dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran adalah dengan pertanyaan.
Menurut pendapat Hasibuan (1988), dalam konteks pembelajaran dan sudut pandang teori belajar, pertanyaan merupakan suatu stimulus yang mendorong anak untuk berpikir dan belajar sehingga ank lebih mudah menguasai materi atau konsep yang diberikan dan kemampuan berpikir siswa akan lebih berkembang. Sejalan dengan itu, sudut pandang lain juga mengatakan bahwa pertanyaan merupakan suatu tindakan pedagogik guru dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan secara bersama.
2.     Hakikat Pembelajaran Perbaikan (remedial teaching)).
Pembelajaran perbaikan (remedial teaching) merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Dengan diberikannya pembelajaran perbaikan (remedial teaching) bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.
3.     Prinsip-Prinsip Perbaikan Pembelajaran (remedial teaching)
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain :
  1. Adaptif
    Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program perbaikan (remedial) hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.
  2. Interaktif
    Pembelajaran perbaikan (remedial teaching) hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.
  3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian
    Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
  4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin
    Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.
  5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan
    Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.
4.     Bentuk Kegiatan Pembelajaran Perbaikan (Remedial).
    Mukhtar (2007), menyatakan pelaksanaan pembelajaran perbaikan dapat berupa :
  1. Penjelasan kembali oleh guru (re-teaching), yaitu kegiatan perbaikan yang dilakukan oleh guru dengan menerangkan kembali materi yang sama (belum kompeten) dengan contoh yang lebih riil, metode lebih variatif, dan strategi yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa.
  2. Penggunaan media dan alat peraga dalam mendukung metode pembelajaran yang sesuai. Dalam remedial ini diharapkan guru mampu memberikan pelayanan pembelajaran yang lebih baik kepada siswa. Oleh sebab itu, penggunaan media pembelajaran maupun alat peraga sangat diutamakan.
  3. Studi kelompok (study group), dengan memanfaatkan siswa yang telah kompeten (lebih pandai) berperan sebagai tutor sebaya sementara guru memantau kegiatan dan memberi bimbingan bila diperlukan.
  4. Tugas-tugas perseorangan dengan cara diberi tugas untuk belajar mandiri dengan buku, atau media belajar lain seperti internet.
  5. Bimbingan lain, artinya proses perbaikan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan wali kelas, guru bimbingan dan konseling, tutor, serta orang tua siswa terutama dalam mengatasi kesulitan belajar.
5.     Hakikat Peer Coaching
Peer coaching merupakan bagian dari model coaching. Coaching adalah sarana pengembangan profesional yang berfungsi sebagai satu katalisator untuk mendorong pembelajaran dan meningkatkan kinerja yang didasarkan pada kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Coachingadalah proses dimana seseorang (pelatih) membantu yang lain (pebelajar) meningkatkan kinerjanya melalui belajar dengan melakukan proses: analisis situasi yang sedang dialami, menyusun tujuan atau target, mempertimbangkan tindakan, memilih dan melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana, mengecek kemajuan, dan mengevaluasi pembelajaran dan kinerja.
Melalui gagasan ini, pebelajar akan menunjukkan kinerja yang lebih baik karena dia belajar.
Konsep ini telah digunakan dan dikembangkan secara meluas di beberapa perusahaan yang dipopulerkan oleh John Whitmore. Peer coaching adalah metode pengembangan profesional untuk meningkatkan kemitraan dan memperbaiki pembelajaran.
Peer coaching telah terbukti menjadi kendaraan untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan praktek pengajaran yang inovatif. Kinlaw seperti dikutip dalam Rush, Shelden, & Hanft, 2003 menjelaskan bahwapeer coaching adalah proses yang berkelanjutan dimana orang dewasa dengan kepentingan bersama berbagi ilmu dan keahlian. Dalam peer coaching,
para guru berbagi pengalaman mereka, saling memberikan masukan,dorongan, bersama-sama memperbaiki keterampilan mengajar, ataupun memecahkan masalah dalam kelas. Menurut Robbins seperti dikutip Achmad Ridwan, peer coaching adalah suatu proses di mana dua atau lebih guru mitra profesional yang saling percaya bekerja bersama untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sedang dilakukan; memperluas, memperbaiki, dan membangun keterampilan baru; berbagi ide; mengajar satu sama lain, melakukan observasi kelas; atau memecahkan masalah di tempat kerja. Tampak bahwa peer coachingmembutuhkan minimal dua orang guru profesional yang bersedia bekerja sama dalam menghadapi tantangan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini terjadi kolaborasi di antara kedua orang guru profesional tersebut. Menurut Reizer, kolaborasi berfokus pada pengetahuan dengan menyediakan alat bagi mereka untuk menghadapi dan berbagi apa yang mereka ketahui.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Beavers.
Menurut Beavers, peer coaching adalah suatu proses di mana para guru bekerja sama untuk memperkaya kurikulum dan pedagogi dalam mata pelajaran dan untuk membuat hubungan antarmata pelajaran. Dengan demikian,
peer coaching adalah suatu cara pengembangan profesional yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan antarguru mitra (collegiality) dan mengembangkan proses pembelajaran.
Dalam peer coaching, dua orang guru atau lebih bersama-sama, berbagi ide-ide baru, melakukan observasi kelas, merefleksikan dan memperbaiki cara mereka mengajar. Hubungan mereka dibangun atas dasar kepercayaaan dan kejujuran, serta menjamin lingkungan di mana mereka belajar dan tumbuh bersama-sama. Oleh karena itu, peer coaching tidak menghakimi (non judgmental) dan tidak bersifat evaluatif.
Berdasarkan uraian di atas, peer coaching ialah pengembangan kolaborasi, perbaikan serta berbagi pengetahuan dan keterampilan. Hal ini dapat tercapai dengan baik jika partisipan adalah mereka yang saling mengenal dan memiliki kepercayaan satu dan yang lain. Hal ini penting mengingat bahwa di antara partisipan akan terjadi interaksi berupa pemberian masukan bagi mereka yang memiliki kelemahan. Jika tidak ada rasa dan semangat bersama untuk maju, masukan yang diberikan oleh partisipan yang lain akan dapat menimbulkan ketidakharmonisan hubungan di antara para partisipan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Showers & Joyce: When teachers try to give one another feedback, collaborative activity tends to disintegrate. Dalam kaitannya dengan hal ini, komunikasi kolaborasi sangat penting. Kemampuan komunikasi interpersonal yang baik akan sangat efektif dalam membangun dan memelihara hubungan kolaboratif dalam rangka mencapai kemitraan peer coaching yang sukses.
Dalam peer coaching, guru menerima dukungan, feedback, dan bantuan dari teman sejawatnya. Hal itu akan
membantu guru mengurangi rasa terisolasi antara guru, meningkatkan kemampuan untuk mengimplementasikan strategi mengajar baru secara efektif, dan iklim sekolah yang positif. Guru akan bekerja sama dengan koleganya untuk saling membantu, berbagi, dan mendiskusikan permasalahan pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam mengajar. Mereka akan berada dalam hubungan saling mendampingi atau melatih dalam pembelajaran di kelas seperti: demonstrasi mengajar, latihan, memberikan feedback, memberikan penguatan (reinforcement) dan masukan-masukan untuk perbaikan. Umpan balik (feedback) tertulis maupun lisan diberikan oleh guru yang berperan sebagai pendamping (coach) kepada teman yang didampinginya untuk memotivasi dan memperbaiki perilaku dan kesalahan pembelajaran. Dengan kata lain, peer coaching adalah metoda pengembangan profesional untuk meningkatkan kemitraan dan memperbaiki pembelajaran. Para guru berbagi pengalaman mereka, saling memberikan masukan, dorongan, bersama-sama memperbaiki keterampilan mengajar, ataupun memecahkan masalah dalam kelas.
Di sekolah, peer coaching dapat berupa suatu proses di mana dua atau lebih guru mengunjungi kelas satu sama lain dan kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan pengamatan mereka dan membuat umpan balik dari apa yang mereka lihat. Mereka saling menghadiri pertemuan mereka satu dan lainnya, kemudian mendiskusikan apa yang mereka dapat dan saling menolong memecahkan permasalahan yang ada. Mereka bekerja keras untuk berfokus pada solusi dan reaksi positif untuk permasalahan yang ada. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Fullan, bahwa there is a strong body of evidence that indicates that teachers are often the preferred source of ideas for other teacher.
Peer coaching adalah strategi yang efektif untuk (1) mendorong melakukan refleksi dan analisis praktik pembelajaran, (2) mengembangkan umpan balik yang spesifik dari waktu ke waktu, (3) membantu pengembangan kerja sama antarguru di seluruh sekolah yang termasuk dalam jejaring kerja samanya. Ketiga hal tersebut dapat mendorong para guru untuk bekerja sama secara profesional sehingga menghapuskan keterisolasian. Sebagai hasilnya, para guru akan mengalami perubahan yang positif dalam praktek pembelajaran mereka.
Dalam banyak kasus, kegiatan terorganisir ini dirancang untuk meningkatkan penggunaan dan pemahaman suatu inovasi kurikulum dan meningkatkan keterampilan dalam menyelenggrakan proses pembelajaran, dan memahami aturan-aturan baru yang harus diterapkan dalam pekerjaannya sehari-hari. Proses berbagi (sharing) dalam peer coaching merupakan suatu proses siklis yang dirancang sebagai suatu perluasan hasil pelatihan sebelumnya. Artinya, dalampeer coaching, diupayakan ada proses awal yang harus dilalui berupa pelatihan dan atau sosialisasi yang didapatkan dari narasumber ahli sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses awal ini, mereka mendapatkan informasi lengkap tentang peer coaching dan tahapan-tahapannya, serta mendapatkan materi sesuai dengan apa yang mereka perlukan. Misalnya: pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendidikan, dan pengetahuan teknis tentang cara mengimplementasikannya. Para guru yang mengikuti proses awal ini diharapkan dapat menjadi orang yang mampu memahami dan mengimplementasikannya. Kemudian, ketika di lapangan, mereka melakukan proses peer coaching dengan sesama peserta yang mengikuti proses awal tersebut. Akhirnya, diharapkan mereka dapat mendesiminasi proses tersebut kepada rekan-rekannya yang tidak mengikuti proses awal tersebut.
    6.         Tujuan Peer Coaching
        Peer coaching dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Proses yang berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan tugas yang diampunya yang diharapkan dapat berdampak dalam meningkatkan hasil belajar siswa; 2) Meningkatkan kesuksesan guru dan siswa, serta dalam mencapai tujuan yang ditetapkan; 3) Menganalisis dan mendiskusikan materi pelajaran yang sesuai untuk mencapai SK-KD; 4) Membuat keputusan berdasarkan data yang didapat; 5) Menggunakan model pelatihan yang berbeda untuk objek yang berbeda; 6) Mempunyai target yang harus dicapai, baik materi maupun waktu.
Adapun tujuan peer coaching adalah: 1) untuk mendukung terjadinya kolaborasi antarguru, 2) berbagi ide, 3) adanya rasa kebersamaan, 4) dialog profesional, 5) meningkatnya kompetensi guru.
Secara lebih khusus tujuan peer coaching adalah untuk melatih para guru pelatih peer coaching untuk membantu guru lain dalam hal (1) merencanakan dan menerapkan program peer coaching yang merupakan bagian dari rencana peningkatan sekolahnya; (2)
menggunakan keterampilan berkomunikasi untuk mengembangkan diskusi tentang pembelajaran; (3) bekerja sama dengan kepala sekolah dan rekan sekerja untuk meyakinkan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari rencana pengembangan profesional sekolahnya.
Didasarkan pada dukungan timbal balik (mutual support) dalam prosespeer coahing, model ini bertujuan memberikan kesempatan kepada guru untuk membantu satu sama lain serta berbagi kelebihan dan memperkecil kekurangan dalam mengajar.
Dalam peer coaching, guru berhubungan dengan rekan kerjanya, untuk: 1)Membangun komunitas secara berkelanjutan dalam meningkatkan kompetensi mengajar; 2) Latihan mengembangkan kemampuan dan keahlian, misalnya; dalam pengembangan KTSP dan menyusun dan mereview silabus, RPP serta pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Standar Proses; 3) berbagi pengalaman dalam merencanakan strategi mengajar yang efektif; 4) menghadiri dan mengamati kelas sejawat untuk melihat pencapaian tujuan belajar di kelas; 5) berbagi dalam sebuah struktur komunikasi yang berkesinambungan untuk memperoleh strategi dan keterampilan pembelajaran yang baru.
7. Tahapan Peer Coaching
Tahapan peer coaching disingkat dalam kata GROW ME: Goal, Reality, Option, What Next, Monitoring, dan Evaluation yang dikembangkan oleh Ng Pak Tee. Goal, yaitu menyusun tujuan atau target yang diharapkan;Reality, yaitu menganalisis kondisi saat ini; Option, yaitu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tindakan untuk dapat meraih tujuan; What’s Next atau Will, yaitu menentukan tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan dan melakukan tindakan untuk meraih tujuan; Monitoring, yaitu mengecek atau mengamati tindakan-tindakan yang dilakukan dan kemajuannya; Evaluation, yaitu melakukan refleksi terhadap semua tindakan dan kinerja yang dihasilkan.
Adapun tindakan GROW ME yang dilakukan adalah seperti berikut.
  1. Goal
    Pada tahap penetapan tujuan, harus diketahui terlebih dahulu kemampuan awal partisipan. Sehubungan dengan hal itu, untuk melihat sampai di mana kemampuan awal para partisipan pada tahap ini dapat dilakukan dengan memberikan pretes. Pretes yang diberikan didasarkan pada keperluan yang dibutuhkan PTK, misalnya; berupa (1) pretes pengetahuan meliputi pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan standar-standar nasional pendidikan; (2) pretes pembuatan produk berupa penyusunan silabus dan RPP dengan menggunakan format-format tertentu; (3) pretes kinerja mengajar yang dilakukan di sekolah.
  1. Reality
    Hasil dari pretest tersebut kemudian dianalisis bersama. Setiap aspek: pengetahuan, pembuatan produk, dan kinerja mengajar dianalisis dan ditemukan kelamahan masing-masing. Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengomentari kinerjanya sendiri maupun kinerja rekannya, Semua keadaan awal tersebut dianalisis secara mendalam. Setiap partisipan harus menyadari di mana kelemahannya, apa yang menyebabkan kelemahan tersebut. Narasumber dapat membantu partisipan untuk melihat penyebab dari kelemahannya yang kemudian diberi penguatan oleh Narasumber.
  2. Option
    Pada tahap ini, kelemahan yang ditemukan berdasarkan analisis hasil pretest, dijadikan acuan oleh partisipan untuk mempelajari tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, Setiap tindakan yang diusulkan harus diperhitungkan untung ruginya. Partisipan dapat meminta narasumber untuk memberikan materi penguatan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja partisipan .
  1. What Next
    Berdasarkan analisis atas hasil pretest, ditentukan tindakan yang akan diambil. Berdasarkan pembekalan yang diberikan oleh Narasumber partisipan diminta untuk membuat action plan yang akan dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah di sekolah masing-masing.
  1. Monitoring
    Setelah mendapat penguatan partisipan kemudian kembali ke sekolahnya masing-masing. Mereka melakukan apa yang telah disusun dalam perencanaan, kemudian dilaksanakan dengan dukungan bahan dan media yang sudah disiapkan. Partisipan menerapkan hasil pengetahuan dan keterampilan yang difasilitasi Narasumber
  1. Evaluation
    Tahap akhir dari GROW ME ialah evaluasi. Pada tahap evaluasi, partisipan harus menilai apakah dia telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memerhatikan kelemahannya sebelum pemberian tindakan.
B. Kerangka Pikir
Upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya dalam pencapaian tingkat ketuntasan belajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri Kedungpucang Purworejo merupakan kebutuhan yang mendesak dan harus dilaksanakan. Banyak cara dan strategi yang bisa dilakukan, salah satu diantaranya dengan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran perbaikan (remedial teaching) mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil belajar.
Program perbaikan dan pengayaan yang merupakan tindak lanjut setelah program analisis hasil evaluasi belum dilaksanakan secara konseptual dan proporsional dengan berbagai alasan mulai dari kendala waktu, manajemen, tenaga, pikiran, dan dana. Akibatnya nyaris proses pembelajaran perbaikan (remedial teaching) belum memperoleh perhatian dan pengamatan secara serius dari para pemangku kepentingan seperti Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Dinas Pendidikan, dan lembaga lain yang terkait dengan tingkat kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga pencapaian ketuntasan belajar yang merupakan impementasi dari penguasaan kompetensi dapat dicapai diragukan validitas dan akuntabilitasnya.
Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran perbaikan (remedial teaching), perlunya memanfaatkan teman sejawat yang mempunyai kompetensi lebih melalui kegiatan Peer Coaching. Hal ini dapat dilaksanakan karena di SD Negeri Kedungpucang terdapat salah seorang guru pemandu. Guru pemandu tersebut telah beberapa kali mendapatkan pelatihan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah. Melalui kegiatan ini guru pemandu tersebut akan dapat saling berbagi pengalaman dengan sesama guri di SD Negeri Kedungpucang.
Agar kerangka berfikir ini lebih jelas, dapat dilihat pada gambar skema di bawah ini.
Gambar 1 : Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Tindakan.
  1. Melalui kegiatan Peer Coaching dapat menghasilkan kesamaan persepsi dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep progam perbaikan (remedial),
  2. Melalui kegiatan Peer Coaching yang efektif dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran perbaikan (remedial teaching) yang berdampak pada peningkatan prestasi belajar peserta didik.
BAB III
METODE PENELITIAN TINDAKAN
  1. Setting Penelitian
    1. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kedungpucang, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
    2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Oktober 2012 (selama 6 bulan)
    3. Subjek penelitian adalah guru-guru SD Negeri Kedungpucang sejumlah 6 orang (guru kelas 4 – 6 masing-masing 2 kelas). Jumlah guru di SD Negeri Kedungpucang 14 orang, yang terdiri atas 12 orang guru kelas, 1 orang guru agama Islam, dan 1 orang guru olah raga. Tidak semua guru dilibatkan dalam penelitian ini, melainkan hanya 6 orang guru kelas, yaitu guru kelas IVa, IVb, Va, Vb, VIa, dan VIb sebagai responden pada penelitian ini. Salah satu alasan yang menjadi pertimbangan dipilihnya SD Negeri Kedungpucang pada penelitian ini karena di SD Kedungpucang terdapat salah satu guru pemandu yang telah lulus seleksi yang dilakukan oleh LPMP. Guru pemandu tersebut telah beberapa kali mengikuti program penguatan yang dilaksanakan oleh LPMP.
    4. Objek penelitian adalah progam remedial meliputi perencanaan (remedial planning) dan pelaksanaan (remedial teaching)
  2. Prosedur Penelitian
            Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain penelitian tindakan sekolah (school action research) yang dirancang melalui 2 (dua) siklus, masing-masing siklus melalui tahapan : (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan tindakan (action), (4) pengamatan (observation), (5) refleksi (reflecting).
Untuk memperjelas desain tersebut perhatikan gambar di bawah.
Gambar 2 : Desain Penelitian Tindakan Sekolah
    Secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan pada setiap siklus sebagai berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan (planning)
    Pada tahap perencanaan yang disiapkan meliputi :
  1. Menyiapkan jadwal kegiatan peer coaching maupun jadwal pelaksanaan pengamatan (observasi) pembelajaran perbaikan
  2. Menyiapkan instrumen pengamatan berupa Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG), dokumen perangkat dan hasil pembelajaran perbaikan yang telah dilaksanakan oleh masing-masing guru.
  3. Melaksanakan diskusi awal dalam rangka inventarisasi permasalahan yang dialami oleh masing-masing guru tentang pelaksanaan program remedial
  4. Memfasilitasi materi coaching baik dalam bentuk cetak maupun power point tentang teknik dan strategi yang hendak dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran remedial (remedial teaching)
    b. Pelaksanaan tindakan (acting)
    Pada tahap pelaksanaan tindakan meliputi :
  1. Persiapan
        Menyiapkan tempat/ruang, instrumen pembelajaran, alat dan bahan, serta media yang diperlukan
  2. Persiapan
    1. Peneliti memberi penjelasan singkat tentang konsep program remedial (remedial planning, remedial teaching, dan remedial test), teknik penyusunan RPP Perbaikan (RP3), srategi pelaksanaan pembelajaran perbaikan, dan instrumen analisis dan penilaian hasil belajar
    2. Peserta melaksanakan diskusi terhadap (dibimbing oleh teman sejawat) materi yang telah dijelaskan di atas sekaligus menerima masukan dari guru agar proses pembelajaran perbaikan berlangsung lebih efektif
    3. Melaksanakan pembimbingan teman sejawat secara kelompok maupun individual dalam penyusunan RPP Perbaikan (RP3), instrumen penilaian, pelaksanaan pembelajaran perbaikan, evaluasi hasil perbaikan, dan analisis hasil evaluasi
c. Pengamatan (observation)
Pengamatan dilaksanakan selama kegiatan pembimbingan dan kegiatan pembelajaran perbaikan (remidial teaching) dalam kelas untuk masing-masing guru. Untuk mengetahui kemampuan/kinerja guru dalam pelaksnaan pembelajaran perbaikan (remedial teaching) dilakukan penilaian kolaborasi dengan Kepala Sekolah sebagai pengamat dengan menggunakan Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG). Dari pengamatan tersebut hasilnya direkam dan didokementasikan sebagai data dan sumber informasi yang berfungsi untuk bahan perencanaan selanjutnya
d. Refleksi (reflecting)
Pada tahapan refleksi meliputi kegiatan analisis hasil pembimbingan dan pelaksanaan proses pembelajaran perbaikan serta menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya, yaitu (1) mencatat hasil observasi, (2) mengevaluasi hasil observasi, (3) menganalisis hasil pembimbingan dan hasil pembelajaran, dan (4) memperbaiki kelemahan untuk siklus berikutnya.
2. Siklus II
  1. Perencanaan (planning)
    1. Menyusun rencana perbaikan sebagai penyempurnaan siklus I
    1. Memadukan hasil refleksi I agar pelaksanaan siklus II lebih efektif
    2. Menyiapkan instrumen penilaian untuk kegiaan pengamatan (observation) berikutnya
  2. Pelaksanaan Tindakan (acting)
    1. Melaksanakan diskusi dengan guru dalam rangka mengevaluasi hasil pembelajaran perbaikan (remedial teaching) yang telah dilaksanaan pada siklus I
    2. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Perbaikan (RP3)
    3. Menyusun alat evaluasi untuk pembelajaran perbaikan tahap kedua
    4. Melaksanakan pembimbingan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran perbaikan dalam kelas
  3. Pengamatan (observation)
    1. Mengamati kegiatan guru pada waktu diskusi dan menyusun perencanaan perbaikan
    2. Mengamati guru dan siswa pada kegiatan pembelajaran perbaikan
    3. Melaksanakan penilaian kinerja guru yang dilakukan oleh Kepala Sekolah (kolaborasi)
  4. Refleksi (reflecting)
    1. Mencatat hasil pengamatan
    2. Mengevaluasi hasil pengamatan
    3. Menganalisis hasil penilaian kinerja guru dan hasil belajar sisiwa
    4. Menarik kesimpulan dan menyusun rekomendasi
  1. Pengumpulan Data
    Data kegiatan penelitian ini diambil dari: 1) Guru-guru kelas 1-6 SD Negeri Kedungpucang; 2) Aktivitas guru dalam membuat perencanaan remedial dan pelaksanaan pembelajaran remedial; 3) Dokumen perencanaan remedial yang dibuat guru.
    Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: wawancara, kuesioner, observasi, dan perekaman.
  2. Analisis data
    Untuk mengembangkan data dan menguji validitas data yang telah dikumpulkan digunakan teknik validitas triangulasi. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data atau sumber. Setelah data terkumpul, dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.
  3. Indikator Keberhasilan
    Penelitian tindakan ini dianggap sudah selesai setelah permasalahan yang dihadapi oleh guru terpecahkan. Indikatornya bila para guru yang sudah melaksanakan peer coaching sudah mampu membuat perencanaan remedial dan melaksanakan pembelajaran remedial sesuai dengan prosedur mutu yang telah ditetapkan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
    Guru kelas 4, 5, dan 6 SD Negeri Kedungpucang adalah guru kelas. Mereka mengajarkan berbagai mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDN Kedungpucang ini berdasarkan KTSP yang mengacu pada Standar Isi Kurikulum 2006. Sebelum melaksanakan pembelajaran para guru terlebih dahulu telah menyusun silabus dan RPP. Silabus dan RPP tersebut disusun secara mandiri oleh para guru yang bersangkutan.
    Sebagai salah satu mata pelajaran, Bahasa Indonesia pada umumnya dianggap mata pelajaran yang tidak begitu mudah bagi siswa (berdasarkan hasil wawancara antara guru kelas dengan peneliti). Hal itu terbukti bahwa setiap kompetensi yang diajarkan tidak semua siswa mencapai batas tuntas, yaitu 75. Oleh sebab itu, untuk membantu para siswa yang belum mencapai batas minimal pencapaian KKM, guru merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran perbaikan (remedial teaching). Ada pun siswa yang sudah mencapai batas tuntas diberikan program pengayaan. Program ini dimaksudkan agar sekolah dapat memberikan pelayanan yang, maksimal bagi siswa yang memiliki kecepatan belajar tinggi. Dengan demikian, kedua program tersebut (perbaikan dan pengayaan) diharapkan akan mampu meningkatkan kompetensi siswa secara menyeluruh.
    Kenyataan membuktikan bahwa selama ini program perbaikan (remedial) belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran perbaikan dilakukan belum seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut belum dapat maksimal. Selain itu, masing-masing guru masih mengerjakan tugas secara individual. Belum ada kepedulian antara guru yang satu dengan yang lain. Guru senior, yang mempunyai pengalaman lebih, belum peduli terhadap teman lain yang mengalami hambatan atau kendala dalam melaksanakan pembelajaran perbaikan. Demikian juga sebaliknya, guru yang merasa belum memiliki kompetensi yang cukup tentang pembelajaran remidi, merasa enggan untuk minta bantuan kepada guru lain yang dianggap lebih mampu.
B. Deskripsi siklus I
    Penelitian ini dimulai dengan tahapan perencanaan. Pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi masalah, identifikasi penyebab masalah, dan merumuskan masalah yang dihadapi oleh guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran perbaikan (remedial teaching). Dalam kegiatan ini, peneliti membuat alternatif pemecahan masalah yang berupa kegiatanPeercoaching. Peneliti memilih peercoaching untuk mengatasi masalah yang dihadapi guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran perbaikan karena di SD Negeri Kedungpucang tersebut terdapat salah seorang guru pemandu Bahasa Indonesia yang diperkirakan dapat memfasilitasi pelaksanaan Peercoaching di sekolah tersebut.
    Selanjutnya peneliti menginformasikan kepada para responden tentang konsep dasar peercoaching (pembelajaran teman sejawat). Pemahaman tentang peercoaching ini amat bermanfaat bagi responden agar mereka memahami manfaat peercoaching dan peran masing-masing responden. Peneliti menekankan bahwa dalam peercoaching tersebut pada hakikatnya semua responden berkedudukan sama. Mereka akan saling berbagi pengalaman. Responden yang merasa memahami dan memiliki sesuatu diharapkan akan membagikan pengalamannya kepada responden yang lain. Demikian juga sebaliknya, responden yang merasa membutuhkan sesuatu atau pengetahuan tertentu diwajibkan untuk minta informasi dari yang lain.
    Kegiatan siklus 1 secara rinci dilaksanakan sebagai berikut:
    1. Perencanaan (planning)
    Pada tahap perencanaan yang disiapkan meliputi :
  1. Peneliti bersama responden menyiapkan jadwal kegiatan peercoaching maupun jadwal pelaksanaan pengamatan (observasi) pembelajaran perbaikan. Kegiatan peercoaching disepakati dilaksanakan setiap hari sabtu, dimulai pukul 09.00. Dipilihnya saat tersebut karena setelah pukul 09.00 siswa melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian, kegiatan peercoaching tersebut tidak akan mengganggu kegiatan pembelajaran di sekolah.
  2. Peneliti bersama responden menyiapkan instrumen pengamatan. Selain itu, responden menyiapkan dokumen perangkat dan hasil pembelajaran perbaikan yang telah dilaksanakan oleh masing-masing guru.
  3. Melaksanakan diskusi awal dalam rangka inventarisasi permasalahan yang dialami oleh masing-masing guru tentang pelaksanaan program remedial
  4. Memfasilitasi materi coaching baik dalam bentuk cetak maupun power point tentang teknik dan strategi yang hendak dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran remedial (remedial teaching)
    2. Pelaksanaan tindakan (acting)
    Kegiatan pada tahap siklus pertama ini difokuskan pada kemampuan guru merencanakan program Remedial Teaching. Pada waktu yang telah ditentukan, ke 6 guru berkumpul di ruang PKG (Pusat Kegiatan Guru) untuk berdiskusi masalah perencanaan Remedial Teaching. Kegiatan tersebut diawali dengan penyampaian informasi oleh peneliti tentang konsep Remedial Teaching. Kegiatan selanjutnya, mereka saling menyampaikan informasi tentang segala sesuatu yang sudah dilakukan berkaitan dengan perencanaan Remedial Teaching dipandu oleh salah seorang guru pemandu SD Negeri Kedungpucang. Dalam kegiatan diskusi tersebut, keenam guru secara terbuka saling menyampaikan permasalahan yang dihadapinya berkaitan dengan perencanaanRemedial Teaching. Setiap permasalahan yang dihadapi oleh seorang guru, telah ditanggapi dan dijawab oleh guru yang lain. Pada kegiatan tersebut pada hakikatnya tidak ada yang dianggap lebih pandai atau lebih menguasai daripada yang lain. Mereka menganggap sebagai teman sebaya, yang saling berbagi pengalaman.
    Tindakan tersebut dilaksanakan selama 2 kali atau 2 pertemuan. Dalam diskusi tersebut dapat diketahui bahwa para guru telah dapat menyampaikan isi hatinya tentang perencanaan Remedial Teachingsecara jujur dan terbuka. Persoalan yang dihadapi para guru tentang Perencanaan Remedial Teaching relatif hampir sama. Salah satu permasalahan yang dihadapi para guru adalah kegiatan analisis hasil evaluasi belajar. Analisis hasil evaluasi belajar inilah yang dijadikan dasar dalam menentukan Perencanaan Remedial Teaching. Dalam analisis tersebut guru harus dapat menentukan nilai setiap siswa dan menentukan indikator-indikator pembelajaran yang belum dikuasai oleh setiap siswa. Sebab pada hakikatnya, nilai sama yang dicapai oleh beberapa siswa, namun jika indikator pembelajaran yang belum dikuasai siswa berbeda-beda, idealnya solusinya juga berbeda-beda.
3. Pengamatan (Observation)
            Pada saat responden melaksanakan kegiatan, peneliti mengadakan pengamatan terhadap kegiatan tersebut. Pada pertemuan pertama, yang dilaksanakan pada hari sabtu tanggal ….. diikuti oleh 6 orang guru kelas (guru kelas 4, 5, dan 6). Awal kegiatan tersebut agak mundur. Pada pukul 09.00 masih ada 3 orang guru yang belum masuk ke ruang pertemuan. Hal itu disebabkan beberapa orang guru tersebut sedang mengatur kelasnya masing-masing.
            Pada pukul 09.15 kegiatan dimulai. Pelaksanaan kegiatan berlangsung seperti program yang telah disepakati bersama antarpeserta. Peneliti mengikuti kegiatan selama siklus pertama dengan tekun, baik pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua. Beberapa catan dan temuan selama berlangsungnya siklus pertama tersebut penulis catat sebagai temuan. Beberapa hal yang perlu tidak peneliti pahami,peneliti konfirmasikan pada peserta.
4. Refleksi (reflecting)
Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan selama berlangsungnya siklus pertama peneliti mengadakan refleksi sebagai berikut.
Motivasi peserta saat mengikuti kegiatan peercoaching cukup tinggi. Walaupun mulainya kegiatan tersebut agak mundur, akan tetapi antusiasme peserta cukup tinggi. Sejak awal kegiatan semua peserta terlibat aktif dalam diskusi dan tanya jawab. Secara bergantian semua peserta menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Setiap ada lontaran permasalahan dari salah seorang peserta, peserta yang lain, yang merasa memahami persoalannya, memberikan tanggapan untuk pemecahannya.
Pada awal kegiatan tampak bahwa pemahaman peserta tentang perencanaan Remedial Teaching sangat variatif. Ada yang telah banyak menguasai konsep-konsep Remedial Teaching, tetapi ada beberapa peserta yang belum menguasi konsep-konsep tentang Remedial Teachingtersebut. Guru pemandu, yang relatif lebih banyak menguasai
    Substansi materi, lebih banyak mengambil peran dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi para responden.
            Permasalahan yang dihadapi para guru ternyata hampir sama. Permasalahan utama yang dirasakan para responden adalah penentuan siswa yang harus mengikuti program remedial. Selain itu, pada umumnya responden juga mengalamai kesulitan dalam menentukan strategi yang tepat dalam melaksanakan perencanaan Remedial Teaching. Kedua permasalahan pokok tersebut dapat diatasi melalui peercouching antarguru di SD Negeri Kedungpucang.
  1. Deskripsi Siklus II
    1. Perencanaan (planning)
            Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi terhadap kegiatan pada siklus pertama disusunlah perencanaan yang akan dilaksanakan pada siklus kedua. Siklus kedua ini diawali dengan penyusunan program untuk pelaksanaan Remedial Teaching. Pelaksanaan remedial teaching tersebut ditekankan pada strategi pelaksanaannya. Peneliti bersama-sama dengan para responden menyepakati waktu yang akan dilaksanakan guna pengamatan pelaksanaan remedial Teaching. Pelaksanaan Remedial Teaching akan dilaksanakan pada hari sabtu pagi. Pelaksanaannya peercoaching secara berpasangan. Jadi, terdapat tiga kelompokyang masing-masing terdiri atas dua orang guru yang mengajar di kelas yang sama.
            Setiap pasangan akan secara bergantian mengadakan pengamatan. Pada saat salah seorang guru melaksanakan praktik peercoaching di kelasnya, peserta yang lain akan mengamatinya dan membuat catatan-catan berkaitan dengan pelaksanaan remedial Teaching. Demikian juga sebaliknya.
            Untuk mengefektifkan observasi pada saat pelaksanaanRemedial Teaching, disusunlah instrumen pengamatan. Instrumen tersebut disusun bersama-sama antara peneliti dan para responden. Instrumen pengamtan tersebut disusun berdasarkan butir-butir pokok yang harus ada pada saat pelaksanaan Remedial Teaching.
    2. Pelaksanaan Tindakan (acting)
            Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun bersama, pada siklus kedua pertemuan pertama ada tiga orang guru yang melaksankan Remedial Teaching. Ketiga orang guru tersebut adalah Guru Kelas IV a, Guru Kelas V a, dan Guru Kelas VI a. Guru Kelas IV a diamati oleh Guru Kelas IV b, Guru Kelas V a diamati oleh Guru Kelas V b, dan Guru Kelas VI a diamati oleh Guru Krelas VI b. Pelaksanaan kegiatan tersebut secara suimultan di kelas masing-masing. Untuk memastikan pelaksanaan kegiatan tersebut, peneliti secara bergantian mengunjungi dan memantau pelaksanaan Remedial Teaching di setiap kelas.
            Guru pengamat bertugas mengamati pelaksanaanRemedial Teaching sejak awal sampai akhir kegiatan. Pengamatan menggunakan instrumen pengamatan untuk mendapatkan data yang akurat terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
            Pada pertemuan pertama, guru kelas IV menyajikanRemedial Teaching. Pelaksanaan Remedial Teaching tersebut secara klasikal karena menurut analisis hasil evalusi belajar lebih dari 50% siswa belum menguasai materi yang telah diajarkan. Guru seolah-olah mengajarkan ulang materi yang pernah diajarkannya. Ada beberapa materi yang sudah dikuasai oleh siswa. Pada saat guru menjelaskan materi yang telah dikuasai siswa, terlihat sebagian besar siswa kurang memperhatikan penjelasan guru. Akan tetapi, saat guru menjelaskan materi yang memang belum dikusai sebagian besar siswa, hampir semua siswa memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Waktu yang dipakai untuk pelaksanaanRemedial Teaching tersebut relatif sama dengan waktu yang dipakai untuk pelaksanaan pembelajaran secara umum, yaitu 2 X 40 menit. Hasil yang dicapai siswa relatif membaik jika dibandingkan dengan evaluasi belajar sebelumnya.
            Pelaksanaan Remedial Teaching di kelas 5 dilaksanakan oleh guru Kelas 5a. Sebagai pengamatanya adalah guru Kelas 5 b. Guru kelas 5 menyampaiakan materi tentang …… Model pelaksanaan Remedial Teaching yang dilakukan di kelas 5 berbeda dengan yang dilakukan dikelas 4. Bu Guru kelas 5 hanya menyampaikan materi yang dianggap sulit untuk sebagian besar siswanya (berdasarkan analisis hasil evaluasi belajar). Oleh sebab itu, waktu yang digunakan untuk pelaksanaan Remedial Teaching di kelas 5 relatif lebih singkat. Setelah pelaksanaan Remedial Teaching selesai diadakan evaluasi. Hasil evaluasi pascapembelajaran bagus. Hal itu dibuktikan dengan nilai rata-rata sebesar 80.
            Selanjutnya, untuk kelas 6 pelaksanaan remedial Teaching dilakukan oleh Pak ….. Remedial Teaching di kelas 6 tidak dilakukan oleh semau siswa. Berdasarkan hasil analisis, dari 30 siswa 20 siswa yang harus melaksanakan Remedial Teaching. Sedangkan 10 siswa yang lainnya tidak mengikuti program Remedial Teaching karena sudah tuntas. Mereka diberikan program pengayaan.
            Pada pertemuan yang kedua, responden yang melaksanakan kegiatan Remedial Teaching bergantian. Untuk kelas 4 pelaksana Remedial Teaching adalah guru kelas 4b, sedangkan pengamatnya guru kelas 4a. Seluruh siswa kelas 4 mengikuti kegiatan Remedial Teaching. Seperti halnya guru kelas 4a, guru kelas 4b menyajikan Remedial Teaching secara utuh. Siswa secara umum memperhatikan pembelajaran yang dilaksanakan gurunya. Hasil evaluasi di akhir pembelajaran menunjukkan bahwa semua siswa dapat mencapai KKM yang telah ditetapkan.
            Pelaksanaan Remedial Teaching di kelas 5 dilakukan oleh guru kelas 5b, sedangkan pengamatnya oleh guru kelas 5a. Guru kelas 5a melaksanakan kegiatan Remedial Teachingdengan cara mengadakan tanya jawab tentang materi yang dianggap sulit (berdasarkan hasil analisis evaluasi pembelajaran). Sebagian besar siswa merasa antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Hal itu terbukti ketikas guru mengajukan pertanyaan untuk memancing pendapat siswa, secara serentak banyak siswa yang berebut untuk menjawabnya. Tidak semua jawaban dari siswa benar. Saat jawaban siswa tidak benar, guru memberikan penjelasan sebagai penguatan. Hal itu dimaksudkan agar siswa mempunyai pemahaman yang benar terhadap substyansi materi yang dipelajarinya.
            Dalam pelaksanaan remedial Teaching tersebut juga terlihat ada sebagian siswa yang tidak aktif dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran ternyata ada dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah mereka yang memang kurang memahami materi yang ditanyajawabkan. Kelompok ini kelihatan ragu-ragu pada saat akan mengemukakan pendapat, sehingga sebelum mereka menjawab siswa lain yang merasa lebih cepat paham, telah menjawab terlebih dahulu. Kelompok kedua adalah mereka yang sebenarnya sudah tuntas atau sudah menguasai materi. Pada umumnya kelompok ini agak kurang tertarik pada materi yang sudah dikuasainya. Mereka seperti acuh tak acuh terhadap dalam mengikuti Remedial Teaching.
            Selanjutnya, pelaksanaan Remedial Teaching di kelas 6 dilaksanakan oleh guru kelas 6a, pengamatnya guru kelas 6b. Hasil analisis evalusi belajar di kelas 6a ini menunjukkan bahwa ada materi tertentu yang secara umum belum dikuasai oleh semua siswa. Oleh sebab itu, Remedial Teaching di kelas 6 ini dilakukan dengan cara guru menjelaskan ulang materi tersebut. Semua siswa aktif memperhatikan penjelasan guru. Saat guru mengajukan pertanyaan untuk meyakinkan pemahaman siswa, banyak siswa yang berebut untuk menjawabnya. Pada akhir kegiatan diketahui bahwa semua siswa sudah dapat mencapat KKM yang telah ditetapkan.
3. Pengamatan (observation)
        Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, pengamatan pada siklus kedua ini dilakukan oleh responden yang tidak melaksanakanRemedial Teaching secara bergantian. Pada saat Guru Kelas A melaksanakan praktik, guru kelas B sebagai pengamat. Demikian juga sebaliknya, pada saat guru kelas B melaksanakan Remedial Teaching, guru kelas A sebagai pengamat. Adapun peneliti bertugas sebagai pengamat pendamping. Secara bergantian peneliti ikut mengamati ketiga kelas yang sedang melaksanakan Remedial Teaching. Hal itu tidak terlalu menjadikan masalah bagi peneliti karena lokasi masing-masing kelas yang dijadikan tempat praktik pembelajarannsaling berdekatan.
4. Refleksi (reflecting)
        Setelah pelaksanaan tindakan berakhir semua responden bertemu di ruang yang telah disepakati yanitu di ruang PKG. Secara berpasangan mereka saling berdialog membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Remedial Teaching di kelas masing-masing. Kegiatan diawali dengan pengungkapan isi hati guru pelaksanan Remedial Teaching. Mereka pada umumnya mengungkapkan perasaannya pada saat melaksanakan pembelajaran yang diamati oleh guru lain. Hampir semua guru pada awal pembelajaran merasa agak grogi dan kurang merasa nyaman pada saat melaksanakan pembelajaran ditunggui oleh guru lain. Akan tetapi, lama kelamaan mereka merasa biasa dan tidak terganggu dengan adanya pengamat.
        Selanjutnya, pengamat menyampaikan hasil pengamatannya berdasarkan isian instrumen yang telah diisi pada saat mengamatiRemedial Teaching. Pengamat dengan jujur mengemukakan hasil amatan mereka. Berdasarkann praktik pengalaman dan hasil amatan pengamat, mereka mengadakan diskusi tentang strategi pelaksanaan Remedial Teaching yang baik.
        Berdasarkan hasil diskui responden, dapat ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan Remedial Teaching. Pertama, Remedial Teachingharus dilaksanakan berdasarkan analisis hasil evalusi belajar yang benar dan akurat. Siswa peserta Remedial Teaching adalah siswa yang belum mencapai batas tuntas. Siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar atau KKM tidak perlu mengikuti kegiatan Remedial Teaching. Mereka diberikan program pengayaan. Siswa yang sudah tuntas akan tetapi diikutkan dalam kegiatan Remedial Teaching pada umumnya akan mengganggu pelaksanaan pembelajaran.
        Kedua, Strategi pembelajaran yang dilaksanakan pada saatRemedial Teaching harus tepat. Guru harus menggunakan strategi yang tepat kapan guru harus menjelaskan ulang, kapan guru hanya perlu menjelaskan sebagian materi, kapan guru hanya perlu mengadakan tanya jawab dengan siswa. Strategi yang tidak tepat akan menghambat ketercapaian tujuan Remedial Teaching.
        Ketiga, guru perlu mempersiapkan perangkat pendukung yang tepat. Remedial Teaching pada hakikatnya adalah kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan dapat mencapaihasil yang maksimal jika perangkat pembelajaran yang diperlukan dipenuhinya. RemedialnTeaching bukan hanya sekadar meningkatkan nilai siswa. Askan tetapi perlu adanya strategi yang tepat agar siswa yang belum mempunyai kompetensi yang diharapkan akhirnya dapat memilki kompetensi minimal yang disyaratkan.
D. Pembahasan Tiap Siklus dan Antarsiklus
            Perencanaan dan pelaksanaan Remedial Teaching merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Para guru seharusnya perlu menguasai sepenuhnya prosedur perencanaan san pelaksanaannya. Pada awal penelitian ini, berdasarkan hasil angket dari responden, secara umum responden belum menguasai sepenuhnya kegiatan tersebut. Oleh sebab itu, pelaksanaan kegiatan Remedial Teaching belum seperti yang diharapkan, akan tetapi befrgantung pemahaman masing-masing guru.
            Selain itu, keberadaan guru pemandu yang relatif telah memiliki pengalaman lebih, belum dimanfaatkan secara maksimal untuk saling membantu di antara para guru. Mereka lebih sering bekerja sendiri-sendiri sesuai dengajn tanggung jawabnya masing-masing. Di antara mereka ada keengganan untuk saling berbagi pengalaman di antara mereka. Akibatnya, permasalahan yanh di hadapi seorang guru hanya dipecahkan oeh dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan dan pemahamannya sendiri.
            Berkaitan dengan itu, telah peneliti perkenalkan kepada responden tentang Peer Coaching. Peercoaching ini telah dilaksanakan di SD Ngeri Kedungpucang, khsusunya bagi Guru kelas 4, 5, dan 6 masing-masing 2 orang yaitu guru kelas a dan b, Pembahasan tentang pelaksanaan Peercoaching dalam penelitian ini pada hakikatnya dijelaskan sesuai dengan jumlah siklus yang dilaksanakan.
            Kegiatan pada siklus 1 difokuskan pada peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan Remedial Teaching. Sebelum pelaksanaan kegiatan tersebut kepada responden penelti informasikan tentang Peer Coaching. Hal ini perlu disampaikan kepada responden karena Peer Coaching ini merupakan barang baru bagi responden. Dengan informasi ini resonden telah memahami secara teoretis tentang konsep Peer Coaching. Peserta penuh antusias dalam mendengarkan informasi tersebut dan saat merekasaling berdiskusi tentang pelaksanaan Peer Coaching tersebut.Kegiatan tersebut dilaksanakan di ruang PKG yang berada di kompleks SD Negeri Kedungpucang.
            Pada siklus 1 pertemuan pertama diketahui bahwa guru pada umumnya belum merencanakan Remedial Teaching secara sistematis. Biasanya Remedial Teaching dilaksanakan secara mendadak sehabis penilaian dilaksanakan. Jenis kegiatannya pun juga kurang direncanakan secara matang. Pada umumnya guru akan memberikan ulangan lagi khusus bagi siswa yang belum dapat mencapai nilai KKM. Jika ulanagn yang kedua, siswa yang bersangkutan sudah mendapat nilai mnimal sama dengan KKM, siswa tersebut dinyatakan sudah tuntas. Oleh sebab itu, pada siklus 1 tersebut responden saling berbagi informasi, tanya jawab dengan sesama teman tentang perencanaan Remedial Teaching. Pada kegiatan tersebut salah seorang guru kelas yang kebetulan sebagai guru pemandu cukup aktif dalam baik dalam menyampaikan permasalahan maupun dalam memberikan solusi sebagai pemecahan persoalan.
            Pada pertemuan kedua (siklus 1) kegiatan difokuskan pada penyusunan program Remedial Teaching. Penekanan kegiatan ini adalah pada perencanaan berbagai strategi Remedial Teaching berdasarkan kualitas dan persentase atau jumlah siswa yang belum tuntas. Melalui berbagai penjelasan dan contoh, akhirnya pada akhir pertemuan yang kedua sebagian besar responden telah memahami perencanaan Remedial Teaching.
             Kegiatan Peer Coaching yang dilaksanakan secara berkelompok tersebut cukup menarik. Akan tetapi, persoalan yang muncul adalah keaktivan peserta dan penyelesaian setiap peserta kurang maksimal. Dari keenam peserta terlihat ada 2 orang yang kurang terlibat secara aktif baik pada saat mengemkakan masalah yang dihadapinya maupun dalam memberikan sumbang saran kepada temannya. Hal ini merupakan salah satu kelemahan yang terdapat dalam siklus 1 yang nanti akan disempurnakan pada siklus yang kedua.
            Pada siklus kedua, kegiatan difokuskan pada pelaksanaan Remedial Teaching. Berdasarkan perencaan yang telah disusun berdasarkan hasil kegiatan pada siklus 1, responden melaksanakan Remedial Teaching di kelas masing-masing.
E. Hasil Penelitian
    Berdasarkan analisis terhadap tindakan yang telah dilaksanakan pada 1 dan 2 dapat diambil simpulan bahwa melalui Peer Coaching dapat meningkatkan pemahaman guru SD Negeri Kedungpucang tentang perencanaan Pembelajaran Perbaikan (Remedial Teaching). Hal ini terbukti bahwa pada awalnya masih terdapat dua orang guru yang belum memahami perencanaan Pembelajaran Perbaikan, akan tetapi akhirnya pada akhir kegiatan semua guru telah memahami perencanaan Pembelajaran Perbaikan.
    Melalui Peer Coaching juga telah mampu meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan Pembelajaran Perbaikan. Guru telah mampu menentukan jenis kegiatan pembelajaran yang tepat berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Bentuk pembelajaran perbaikan yang dilakukan guru telah variatif, sesuai dengan kemampuan siswa .
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
        Pembelajaran Perbaikan (Remedial Teaching) dilakukan oleh guru dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Pada umumnya para guru lebih mengutamakan adanya peningkatan nilai yang diperoleh siswa daripada mencari strategi tertentu dalam pembelajaran perbaikan. Oleh sebab itu, pembelajaran perbaikan lebih banyak digunakan untuk memberikan tugas-tugas tambahan bagi siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar. Secara teori sebenarnya guru-guru SDN Kedungpucang telah memahami teori tentang pembelajaran perbaikan. Akan tetapi, dalam praktiknya, teori yang telah dikuasainya tersebut belum sepenuhnya secara maksimal diterapkan dalam praktik pembelajaran.
    Peer Coaching atau pelatihan teman sebaya yang dilaksanakan di SD Negeri Kedungpucang telah mampu meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran perbaikan. Peer Coaching yang dimotori oleh salah seorang guru pemandu ternyata mampu memotivasi para guru di SD Kedungpucang dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran perbaikan (Remadial Teaching). Kenyataan tersebut telah berdampak yang signifikan terhadap meningkatnya mutu pembelajaran di SD Negeri Kedungpucang. Melalui Peer Coaching juga telah mampu meningkatkan kompetensi guru-guru SD Negeri Kedungpucang dalam memilih model yang tepat dalam pembelajaran perbaikan di kelasnya, khususnya dalam pelaksanaan mata pelajaran Bahasa Indonesia.
B. Saran
    Mengingat penting dan strategisnya Peer Coaching dalam peningkatan mutu pendidikan, perlu dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Pertama, kegiatan peer coaching perlu dilestarikan di setiap sekolah. Kegiatan peer coaching ini perlu difokuskan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sebagian besar guru. Melalui peer coaching ini sedikit demi sedikit peningkatan kualitas pendidikan akan menjadi suatu kenyataan.
    Kedua, kepala sekolah hendaknya memberikan fasilitas kepada para guru dalam melaksanakan peer coaching. Peranan kepala sekolah sangat besar dalam menyukseskan kegiatan tersebut. Minimal kepala sekolah perlu mengatur waktu atau jadwal bagi para gurunya agar minimal seminggu sekali para guru dapat dengan leluasa melaksanakan kegiatan peer coaching. Dengan pengaturan jadwal yang tepat, para guru dapat melaksanakan peer coachingdengan tidak menguiarangi hak para siswanya dalam mendapatkan peembelajaran.
    Ketiga, sekolah perlu menyediakan anggaran yang secukupnya untuk memfasilitasi kegiatan peer coaching di sekolah. Kegiatan apa pun tidak akan dapat terlaksana dengan maksimal jika tidak ada anggaran yang mendukungnya. Oleh sebab itu, sekolah perlu menyediakan anggaran untuk pelaksanaan peer coaching di sekolahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang – Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional.Bandung : Citra Umbara
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Tuntas, Jakarta : Depdiknas
Dwiyoga, Wasis. 2006. Penelitian Tindakan Untuk Memperbaiki Sekolah (School Action Research). Jakarta: Dirjen PMPTK Direktorat Tenaga Kependidikan.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41. Peraturan Pemerintah Republik Indonasia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas.
Mukhtar dan Rusmini, 2007. Pengajaran Remedial Teori dan Penerapannya dalam Pembelajaran. Jakarta: PT Nimas Multima.
Rachmadiarti, Fida. 2003. Pengajaran Remedial dan Pengayaan. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Suharsini, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Achmad Ridwan. Peer Coaching: Pemahaman Istilah dan Penerapannya. (Jakarta: Makalah dalam workshop Microsoft, 2007).
Beverly Showers; Bruce Joyce. The Evolution of Peer Coaching. dalamEducational Leadership, March 1996 v53 n6 p12(5).http://www.eggplant.org/pamphlets/pdf/joyce_showers_peer_coaching.pdf
Michael Fullan. The New Meaning of Educational Change. Fourth Edition. (NY: Teachers College Press. 2007). p.75.
Ng Pak Tee, Grow Me Coaching for Schools, Second Edition(Singapore: Pearson Prentice Hall, 2005), h. 1.

No comments:

Post a Comment